[Cerpen] Hiraeth dan Pertempuran Dalam Aliran Waktu
Dalam malam yang hening di Kota Canias, Hiraeth duduk di hadapan sekelompok penduduk kota yang penasaran. Di bawah cahaya lilin yang berkedap-kedip, dia mulai menceritakan sebuah kisah dari masa lalunya, sebuah pertempuran yang tidak terlupakan.
"Terjadi pertempuran hebat di sebuah kerajaan bernama Edenia," Hiraeth memulai, suaranya bergetar dengan kenangan. "Kerajaan Edenia, sebuah negeri yang subur dan makmur, diserang oleh Kekaisaran Hellanesia yang haus kekuasaan. Edenia dikenal dengan kebijaksanaan, kedamaiannya, serta keindahan alamnya, sementara Hellanesia terkenal dengan kekuatan militernya yang brutal. Konflik ini tidak terelakkan sejak Hellanesia mulai mengincar sumber daya alam Edenia yang melimpah."
Dia berhenti sejenak, mengingat wajah-wajah teman seperjuangannya. "Aku berjuang bersama pasukan Edenia, dipimpin oleh Raja Aldaryc yang bijaksana dan Jenderal Kysea yang pemberani. Aldaryc, dengan jubah putihnya yang berkibar, selalu menjadi sumber inspirasi bagi kami. Dia memiliki karisma yang mampu membangkitkan semangat juang pasukannya. Sementara Kysea, dengan pedang kembarnya yang mematikan, adalah sosok yang tidak kenal takut di medan perang. Dia selalu berada di garis depan, memimpin pasukan dengan keberanian yang luar biasa."
Hiraeth melanjutkan, "Di sisi lain, pasukan Hellanesia dipimpin oleh Kaisar Kessayr yang kejam dan licik. Kessayr, dengan baju zirah hitamnya yang menakutkan, adalah sosok yang haus darah dan kekuasaan. Dia tidak segan-segan mengorbankan pasukannya sendiri untuk mencapai tujuannya."
"Setiap langkah yang diambil, setiap helaan napas, adalah bagian dari perjuangan kami. Rasa sakit dan beban menjadi teman setia di medan pertempuran tersebut, mengikuti para kesatria seperti bayangan yang tidak pernah lepas. Kami berjuang mati-matian melawan pasukan musuh yang terlalu kuat, kejam, dan berat untuk dihadapi."
Dia berhenti sejenak, menghela napas panjang, mengenang masa-masa sulit itu. "Ketika keheningan akhir pertempuran mulai tiba, debu dan asap mulai mereda, meninggalkan genangan merah di mana-mana, bagai langit yang telah menumpahkan warna kengerian pada pertempuran yang terjadi. Kami menemukan diri kami di antara trauma yang menggelayuti hati dan pikiran. Trauma yang menjadi saksi bisu dari setiap luka yang diterima, dari setiap teman yang gugur di medan tempur. Itu adalah salah satu kenangan yang tidak bisa aku hapus, meski aku berusaha melupakannya. Perasaan takut datang bagai hantu, terus mengikuti dan menghantuiku. Begitu banyak ketakutan yang hadir—di saat aku belum memahami sepenuhnya mengenai sesuatu di dalam diriku."
Hiraeth melanjutkan dengan suara yang lebih tenang, "Namun, aku belajar. Belajar memahami apa yang terjadi di sekitarku. Aku belajar bertahan dari rasa takut, belajar menghadapi ketakutan terbesar yang aku miliki, dan aku belajar membebaskan diri dari belenggu pertempuran dalam kehidupan."
Mata Hiraeth menyapu sekeliling, bertemu dengan tatapan penuh perhatian para pendengar. "Bayangan pertempuran tidak dapat dihilangkan. Namun, aku memilih untuk melihatnya sebagai tanda keberhasilan. Sebagai bukti bahwa kami telah bertarung dengan gagah berani, bahwa kami telah bertahan dalam salah satu pertempuran terberat yang pernah dihadapi dan menjadikannya kenangan berharga. Kami berhasil memenangkan pertempuran dan membuat mundur Kekaisaran Hellanesia. Meski luka-luka yang tidak nampak ini tidak pernah sembuh, meski ketakutan menghinggapi, kami tetap berjalan, tetap maju, hingga mencapai kemenangan."
Suara Hiraeth semakin lembut, namun penuh makna. "Akhir sebuah pertempuran bukanlah akhir dari segalanya. Itu adalah awal dari perjalanan baru. Setiap luka yang kita dapatkan, setiap kenangan yang kita bawa, adalah bagian dari diri kita. Mereka membentuk siapa kita dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi masa depan."
Hiraeth menutup ceritanya dengan senyuman kecil. "Ini adalah pelajaran yang aku bawa dari Edenia. Bahwa dalam setiap perjuangan, selalu ada harapan. Dan dalam setiap akhir, selalu ada awal yang baru."
Seorang pria bertanya pada Hiraeth, "Apakah ada kebenaran dalam kisah tersebut? Aku tidak yakin dengan apa yang kamu ceritakan, aku pernah mendengar bahwa dahulu canias adalah bagian dari kekaisaran Hellanesia yang telah runtuh, namun itu sudah lama sekali. Jika memang kisah itu benar, bagaimana kamu dapat hidup selama itu?"
Hiraeth terdiam sejenak, tatapannya tertuju pada api lilin yang berkedip-kedip. Wajahnya yang biasanya tenang kini dibayangi oleh keraguan. Setelah beberapa saat, dia mengangkat kepalanya dan menatap pria itu dengan binar mata yang dalam.
"Kebenaran, seperti halnya waktu, adalah konsep yang cair dan berubah-ubah, tidak memiliki kepastian, begitu rumit, dan sering kali terbungkus dalam lapisan aliran waktu itu sendiri" Hiraeth memulai dengan suara yang pelan namun tegas. "Apa yang kamu anggap sebagai kebenaran hari ini, mungkin berbeda dengan kebenaran yang diyakini oleh orang lain, atau bahkan kebenaran yang akan kamu temukan di hari esok."
Dia menghela napas, seolah sedang menimbang kata-katanya. "Kisah yang aku ceritakan adalah kebenaran dari sudut pandangku, dari pengalaman yang aku jalani. Aku tidak bisa membuktikan kebenarannya dengan bukti fisik yang bisa kamu sentuh atau lihat, bukti-bukti itu hanya ada di dalam diriku. Namun, aku percaya bahwa kebenaran sejati tidak selalu dapat diukur dengan standar duniawi, karena waktu dan takdir adalah sebuah konsep yang sulit dijelaskan."
Hiraeth menatap pria itu dengan tatapan yang tajam. "Adapun tentang bagaimana aku bisa hidup selama ini, itu adalah misteri yang bahkan aku sendiri belum sepenuhnya paham. Aku terjebak dalam pengembaraan, Aku telah menyaksikan banyak hal, mengalami banyak perubahan, dan mempelajari begitu banyak pembelajaran sepanjang perjalanan panjangku—belajar dari kenangan, kehilangan dan kesedihan yang terpatri. Mungkin, keabadian adalah anugerah sekaligus kutukan. Aku tidak memiliki jawaban yang pasti, tetapi aku terus mencari makna dalam setiap langkah yang aku ambil."
"Namun perlu di ingat, kehidupan panjang bukan berarti tanpa beban," lanjutnya dengan nada yang berat, Setiap waktu yang berlalu, setiap orang dekat yang hilang, adalah luka yang sulit untuk disembuhkan. Itu adalah nilai yang harus aku bayar untuk tetap hidup dan bertahan dari takdir berat yang membawaku."
Hiraeth tersenyum tipis, "Mungkin, suatu hari nanti, aku akan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanmu. Namun, untuk saat ini, aku hanya bisa menawarkanmu kisah-kisahku—kisah yang datang dari masa lalu, bagian dari sejarah yang aku bagikan kepadamu. Kisah-kisah yang mungkin bisa memberikanmu inspirasi, hiburan, atau bahkan penghiburan di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, dan dalam setiap kisah yang aku ceritakan ada serpihan jiwa dari para pemimpin yang bijaksana, serta para kesatria pemberani yang tidak akan hilang, orang-orang yang perlu kamu kenang."
Hiraeth mengakhiri jawabannya dengan pandangan yang penuh arti. Pria itu terdiam, merenungkan kata-kata Hiraeth. Meskipun tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, dia merasa ada kebenaran yang tersembunyi di balik kata-kata bijaksana Hiraeth. Mungkin, kebenaran sejati tidak selalu bisa dijelaskan dengan logika, tetapi harus dirasakan dengan hati.
Sekelompok penduduk kota Canias yang mendengar pun ikut terdiam, terpesona oleh kisah dan apa yang dikatakan oleh Hiraeth. Dalam heningnya malam berbintang, mereka merasakan kebijaksanaan dari sosok seorang pengembara abadi yang telah melalui begitu banyak perjalanan, yang membawakan cahaya dan harapan dalam setiap kisah yang dia tulis dan ceritakan kepada setiap orang, kisah indah yang memberikan warna bagi yang mendengar dan membacanya.